IMG-LOGO
Berita KKN Universitas Diponegoro

"Ayo Lawan Stunting!" - Posyandu Desa Payaman Dalam Melawan Stunting

Create By Ahmad Ma'luful Wafa 16 August 2024 49 Views
IMG

“Pencegahan stunting dapat dilakukan mulai dari pencegahan primer, yaitu pencegahan di tingkat posyandu, pencegahan sekunder di FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) oleh dokter, dan pencegahan tersier oleh dokter spesialis anak di FKTL (Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut). Desa Payaman merupakan salah satu desa di Kecamatan Secang Kabupaten Magelang yang secara rutin dan aktif melaksanakan posyandu sebagai langkah pencegahan primer untuk stunting di desa ini”.

 

“Addressing Childhood Stunting in Indonesia” adalah sebuah video berdurasi tiga menit yang dipublikasikan delapan tahun yang lalu mengenai ancaman stunting pada anak-anak Indonesia. Data pada tahun tersbeut yaitu 2016 menunjukkan bahwa ada sekitar 9 juta anak Indonesia di bawah lima tahun yang mengalami stunting. Video yang dipublikasikan oleh IMA World Health tersebut menyatakan bahwa pada tahun 2013, Indonesia menjadi salah satu negara dengan prevalensi stunting tertinggi di kawasan asia tenggara, menyusul Timor Leste, Laos, dan Kamboja. Di tahun yang sama, IMA World Health menerbitkan sebuah artikel berjudul “Advocating to End Childhood Stunting in Indonesia”, menyebutkan bahwa banyak masyarakat Indonesia yang tidak menyadari bahwa stunting adalah masalah dan ancaman besar di Indonesia. Ada lebih dari sepertiga orang Indonesia yang mengalami stunting yang dapat berdampak pada masa depan anak Indonesia secara signifikan. 

Kekhawatiran terhadap stunting smeenjak beberapa tahun yang lalu terbukti benar terjadi. Di tahun 2024, Pemerintah Republik Indonesia gencar melaksanakan Program Nasional untuk Percepatan Penurunan Stunting Pada Balita sebagai program prioritas pemerintah sebagaimana termaktub dalam RPJMN 2020-2024. Program prioritas tersebut juga diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Target penurunan stunting yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia adalah 14% di tahun 2024. 

 

“Lalu, apa sebenarnya stunting itu? Mengapa Pemerintah Indonesia perlu memberantas stunting?”

Modul yang diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO yang berjudul “Reducing Stunting in Children – Equity Considerations for achieving the Global Nutritions Targets 2025” mendefiniskan stunting sebagai kondisi anak dibawah lima tahun (balita) yang memiliki tinggi badan pendek. Stunting diukur dari tinggi badan berdasarkan usia anak (height-for-age) yang kurang dari -2 Standar Deviasi (SD) sesuai dengan Standar Pertumbuhan Anak menurut WHO. Singkatnya, seorang anak dapat dikatakan stunting jika tinggi badannya tidak sesuai dengan usianya. Stunting pada anak dapat terjadi pada 1000 hari pertama kehidupan anak, oleh karena itu orang tua dan keluarga anak sangat penting untuk memperhatikan asupan makanan bergizi untuk anak. Pemberian makanan bergizi kepada anak untuk mencegah stunting dapat  dilakukan dengan metode “isi piringku” dengan menyediakan piring yang berisi 50% karbohidrat dan protein dan 50% buah dan sayur. Bahan makanan yang digunakan adalah tahu, tempe, ayam, hati ayam, ikan, daging, buah-buahan, dan sayur-sayuran. Sementara itu, beberapa menu kreatif nan mudah yang dapat diberikan kepada balita untuk mencegah stunting adalah sop ceker ayam, puding kacang hijau, dimsum ayam, bubur ayam bayam, dan perkedel tahu.

Stunting dapat diketahui pada anak yang memiliki ciri-ciri bertubuh pendek dibandingkan anak seusia, memiliki berat badan yang sulit naik, memiliki pertumbuhan gigi yang terhambat, mengalami kesulitan untuk fokus saat berkegiatan, kesulitan untuk mengingat sesuatu, wajah terlihat lebih muda, hingga sering mengalami sakit. Penyebabnya ada berbagai macam, yaitu faktor rumah tangga dan keluarga, terdiri dari faktor maternal (nutrisi yang buruk pada masa prakonsepsi, kehamilan, ibu yang pendek, infeksi, kehamilan remaja (pernikahan dini), kesehatan mental, kehamilan preterm dan PJT (pertumbuhan janin terhambat), dan jarak antar kelahiran yang pendek) dan faktor lingkungan rumah (stimulasi dan aktivitas anak tidak memadai, pola pengasuhan yang buruk, suplai air dan sanitasi yang tidak adekuat, kerawanan pangan, tingkat pendidikan pengasuh yang rendah, tingkat kemakmuran rumah tangga, ayah yang pendek, dan orang tua yang merokok). 

Faktor pemberian MPASI yang buruk, terdiri dari faktor  kualitas makanan yang rendah (kualitas makanan rendah, kualitas mikronutrien (zat gizi) rendah, keragaman makanan dan sumber protein hewani rendah, dan kandungan makanan yang rendah kalori), praktik pemberian makanan yang tidak memadai (pemberian makanan yang jarang, pemberian makan tidak memadai saat dan setelah sakit, konsistensi makanan yang buruk, makanan insufisien (tidak memadai), dan pemberian makan yang tidak responsif), keamanan pangan dan air (makanan dan air terkontaminasi, higenitas yang buruk, dan persiapan serta penyimpanan makanan yang buruk), dan praktik pemberian asi yang tidak memadai (pemberian asi terlambat, pemberian asi tidak eksklusif, dan penghentian asi terlalu dini).

Faktor Infeksi, terdiri dari infeksi klinis yang berupa gejala nyata dan subklinis yang berupa gejala yang tidak terlihat, seperti infeksi enteral yaitu diare, enteropati terkait lingkungan, cacingan, infeksi saluran napas, malaria, penurunan nafsu makan terkait infeksi, demam, dan imunisasi yang tidak lengkap. 

Faktor masyarakat dan sosial, terdiri dari politik dan ekonomi (kebijakan perdagangan dan harga pangan, regulasi pemasaran, stabilitas politik, kemiskinan pendapatan dan kekayaan, kemampuan keuangan, pekerjaan, dan mata pencaharian), kesehatan dan pelayanan kesehatan (akses ke pelayanan kesehatan, penyedia pelayanan kesehatan yang kompeten, ketersediaan suplai, infrastruktur, dan sistem dan kebijakan pelayanan kesehatan), edukasi (kualitas dan akses untuk pendidikan, tenaga pengajar yang kompeten, tenaga pendidik kesehatan yang kompeten, infrastruktur edukasi), sosial-budaya (norma dan kepercayaan, jaringan dukungan sosial, pengasuh anak, dan status perempuan), sistem pertanian dan pangan (produksi dan pengolahan pangan, ketersediaan makanan dengan nutrisi tinggi, keamanan pangan, dan kualitas pangan), serta air, sanitasi, dan lingkungan (infrastruktur dan layanan air dan sanitasi, kepadatan penduduk, perubahan iklim, dan urbanisasi).

Stunting perlu diberantas karena akan menimbulkan hambatan dalam mencapai potensi fisik dan kognitif anak. Selain itu, stunting juga akan memberikan efek jangka panjang hingga anak mencapai usia dewasa hingga lanjut usia. Stunting akan meningkatkan kemungkinan penyakit seperti diabetes, gangguan jantung, dan juga hipertensi. Oleh karena itu, stunting perlu dicegah dan ditangani dengan baik secara maksimal. Pencegahan stunting dapat dilakukan mulai dari pencegahan primer, yaitu pencegahan di tingkat posyandu, pencegahan sekunder di FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) oleh dokter, dan pencegahan tersier oleh dokter spesialis anak di FKTL (Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut). Sementara itu, jika stunting sudah terjadi pada anak, maka ada beberapa penanganan yang perlu dilakukan. Seperti pemberian makanan bergizi yang cukup, jadwal tidur yang teratur (dimulai pukul sembilan malam), dan olahraga atau aktivitas fisik selama setengah hingga satu jam dengan frekuensi lima hari dalam seminggu.

Infografik Stunting

 

“Bagaimana Contoh Pelaksanaan Program Nasional untuk Percepatan Penurunan Stunting Pada Balita di Indonesia?”

Salah satu langkah pelaksanaan program Percepatan Penurunan Stunting Pada Balita adalah kegiatan posyandu di tingkat desa. Desa Payaman merupakan salah satu desa di Kecamatan Secang Kabupaten Magelang yang secara rutin dan aktif melaksanakan posyandu. Desa ini memiliki angka stunting yang cukup tinggi, menurut penuturan Camat Secang, pada Juni 2024 lalu. Desa Payaman melaksanakan program Percepatan Penurunan Stunting Pada Balita melalui posyandu-posyandu yang tersebar di masing-masing dusun di desa tersebut sebagai langkah primer pencegahan stunting. Ada dua belas dusun di Desa Payaman yang secara rutin dan aktif mengadakan posyandu dan memberikan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk meningkatkan asupan gizi balita, khususnya balita dengan gizi yang kurang dan stunting. 

Dua belas dusun di Desa Payaman beserta posyandunya adalah Dusun Gembongan (Posyandu Tri Asih I), Dusun Grogol (Posyandu Tri Asih II), Dusun Karangboyo (Posyandu Tri Asih III), Dusun Kauman (Posyandu Tri Asih IV), Dusun Sidorejo (Posyandu Tri Asih V), Dusun Malangan (Posyandu Tri Asih VI), Dusun Tegowanon (Posyandu Tri Asih VII), Dusun Karanggeneng (Posyandu Tri Asih VIII), Dusun Ngletoh (Posyandu Tri Asih IX), Dusun Kalibening I (Posyandu Tri Asih X), Dusun Pondok Asri (Posyandu Tri Asih XI), Dusun Kalibening II (Posyandu Tri Asih XII). 

Kedua belas dusun tersebut memiliki menu PMT yang selalu berbeda-beda. Pada Agustus 2024, menu posyandu Dusun Sidorejo adalah puding buah naga dan tahu isi kukus. Menu PMT di Posyandu lain seperti posyandu Dusun Gembongan adalah ketupat jagung dan jus buah mangga. Menu lain yang sering digunakan adalah bubur sumsum dan sayur sop. 

Progres pelaksanaan stunting di Desa Payaman dapat diketahui melalui Posyandu Dusun Gembongan. Pada sesi evaluasi, kader posyandu dusun tersebut menyatakan bahwa jumlah Balita yang mengalami stunting di Desa Payaman mengalami penurunan pada bulan Agustus tahun 2024. Dari 29 balita stunting, 2 balita telah lolos dari status stunting. Jumlah Balita Stunting di dusun tersebut kini menjadi 27 balita. Posyandu Dusun Gembongan terus berproses dalam memberantas stunting di dusun tersebut, bersamaan juga dengan posyandu dusun-dusun di Desa Payaman lainnya. 

 

Penulis : Fatya Naffies Yunalia - dipublikasikan pada 16 Agustus 2024.